Keep Hamasah..!!

16 Mei 2012

JATUH CINTA, SIAPA TAKUT?


Allah memberikan rasa takut kepada manusia agar bisa dimanfaatkan untuk meraih kebahagiaan hidup dunia akhirat secara maksimal. Dengan rasa takut inilah, manusia terdorong untuk menjauhi hal-hal yang merugikan hidupnya, memeliharanya dari hal-hal yang membahayakan, dan memelihara diri dari siksa Allah.
Hanya saja jika rasa takut ini tidak berdasar kepada ilmu yang benar, sangat mungkin terjadi kekeliruan identifikasi, sehingga munculketakutan kepada hal-hal yang tidak pantas ditakuti. Atau justeru meremehkan hal-hal yang seharusnya ditakuti.

 Mengapa Cinta?
Dalam hidup ini, hampir bisa dipastikan bahwa cinta adalah kenikmatan tertinggi yang bisa diraih manusia. Karena cinta tidak saja memiliki segala unsur yang dibutuhkan manusia seperti kejelasan arah (an nuur), energi kehidupan (al hayah), terapi penawar (as syifa’) dan kelezatan (al ladzat), namun juga efek lezat yang ditimbulkan cinta terasa lebih dalam dan personal, sebab cinta adalah amalan hati. Cinta adalah santapan hati dan kesenangan jiwa. Sebab semua kebaikan, keindahan dan kelezatan hidup ada di dalam cinta. Dari cintalah semua amal bermula dan kepadanya akan kembali.
Perjalanan mencari cinta adalah perjalanan mencari semua yang diinginkan jiwa dan raga. Sementara kehilangan cinta akan membuat hidup menjadi gelap, mati, menyakitkan dan hampa. Ibarat ikan yang dipisahkan dengan air, seperti itulah manusia saat berpisah dengan cinta.

Sejuta Rasa cinta

Dengan materi-materi yang terkandung di dalamnya, cinta akan memberikan sejuta rasa lezat berupa; gairah hidup, kemanisan, kelembutan, kasih sayang, kedekatan hati, kebahagiaan, suka cita, kesedihan, kesusahan, kehilangan, rindu, menangis, tertawa, dan lain-lain yang serupa. Pengaruh-pengaruh inilah yang menjadikan hidup manusia terasa dinamis, penuh cita-cita, keindahan dan bertenaga.
Secara biologis, jatuh cinta akan menyebabkan hormon ‘phenylethy lamine’ bekerja. Menyebabkan naiknya suhu badan, kadar gula, tekanan darah, denyut jantung dan tangan berkeringat. Bekerjanya hormon ini akan menimbulkan efek; salah tingkah, penasaran, bergairah, bergembira, dan bersemangat.
Atas nama cinta, sesuatu yang berat manjadi terasa ringan, yang sulit terasa mudah, yang jauh menjadi dekat, perasaan takut menjadi aman dan kesedihan menjadi kegembiraan. Karenanyalah manusia berlomba-lomba dan kepadanyalah semua keinginan manusia kembali.

AdaDua Jenis Cinta

Cinta tidak selalu memberikan manfaat bagi manusia. Adajenis cinta palsu yang hanya memberikan kenikmatan sesaat untuk kemudian menyengsarakannya dalam penderitaan tanpa akhir. Menurut Ibnul Qayyim, “Saat seseorang jatuh cinta kepada sesuatu karena didorong faktor-faktor lahiriyah, maka sebenarnya dia tidak sedang mencintai apa yang dia cintai. Dia sebenarnya sedang jatuh cinta kepada dirinya sendiri, atau hawa nafsunya. Dia sedang mencari keuntungan pribadi atas nama cinta.”
Cinta yang sejati adalah cinta yang terpuji dan bermanfaat. Ia akan membawa pecintanya kepada hal-hal yang memberikan manfaat di dunia dan akhirat. Inilah cinta yang menjadi pertanda kebahagiaan hidup manusia. Tanpa kemanfaatan dunia dan akhirat yang diberikan, cinta menjadi tercela dan hina, ia adalah cinta palsu, sebab ia merupakan alamat penderitaan dan kesedihan hidup manusia.
Maka pembicaraan tentang cinta tidak selalu melahirkan cerita indah dan manis penuh madu. Tidak sedikit kisah cinta penuh luka yang menorehkan kegetiran dan penderitaan. Tidak sedikit pula yang akhirnya harus menyesali pilihannya telah jatuh cinta. Inilah yang melahirkan trauma berkepanjangan dan kemudian memutuskan diri untuk tidak lagi bicara tentang cinta.
Padahal seperti halnya yang lain, cinta ibarat pisau bermata dua yang bisa memberikan rasa sakit dan penderitaan di satu sisi, namun juga menjanjikan kebahagiaan hakiki di sisi lain. Tinggal bagaimana kita membangun pondasi cinta, memilih dan mengaplikasikannya.

Cerdas Karena Akal Sehat

Allah memberi manusia anugerah berupa akal dengan fungsinya yang paling asasi adalah; Mengklasifikasikan tingkatan perkara-perkara yang dicintai dan yang dibenci berdasar kekuatan ilmu dan daya nalar. Dan mendahulukan hal yang lebih dicintai dari dua hal yang sama-sama dicintai, serta menghindarkan diri dari hal yang lebih dibenci dengan memilih yang lebih kecil kebenciannya dari dua hal yang sama-sama dibenci, dengan kekuatan sabar, keteguhan hati dan keyakinan.
Untuk membuat akal tetap bisa menjalankan fungsinya dengan benar, ia membutuhkan kekuatan pemahaman (quwwatul idraak) dan keberanian hati (syaja’atul qalbi). Kekuatan pemahaman akan membuat manusia memiliki ketajaman batin yang shahih, dia akan mengerti tingkatan pihak yang dicintainya, sehingga dia terhindar dari kesalahan identifikasi. Keberanian hati akan membantunya untuk memiliki kesabaran dan azzam dalam pembuktian pemahamannya.
Maka, kebodohan, kurangnya pengetahuan, hinanya nafsu dan tiadanya kesabaran merupakan pangkal dari seluruh keburukan dan kesengsaraan hidup. Seseorang yang hidup (akalnya), berilmu dan memberikan nasihat bagi dirinya sendiri, tidak akan mendahulukan kecintaan kepada hal-hal yang membahayakan, membuatnya menderita dan menyakitkannya.

Hanya Milik Allahlah Cinta Kita

Allah berfirman,
 وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَتَّخِذُ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَنْدَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللَّهِ وَالَّذِينَ ءَامَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِلَّهِ وَلَوْ يَرَى الَّذِينَ ظَلَمُوا إِذْ يَرَوْنَ الْعَذَابَ أَنَّ الْقُوَّةَ لِلَّهِ جَمِيعًا وَأَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعَذَابِ إِذْ تَبَرَّأَ الَّذِينَ اتُّبِعُوا مِنَ الَّذِينَ اتَّبَعُوا وَرَأَوُا الْعَذَابَ وَتَقَطَّعَتْ بِهِمُ الْأَسْبَابُ
Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman sangat cinta kepada Allah. Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal). (Yaitu) ketika orang-orang yang diikuti itu berlepas diri dari orang-orang yang mengikutinya, dan mereka melihat siksa; dan (ketika) segala hubungan antara mereka terputus sama sekali. ( QS Al Baqarah 165-166).
Ayat di atas menjelaskan adanya bentuk kesyirikan dalam cinta, bukan dalam rububiyah dan khalqiyah (penciptaan). Di samping menjelaskan bahwa orang-orang beriman adalah mereka yang memiliki sepenuh cinta kepada Allah. Dalam menjelaskan makna ‘al asbaab’, ‘Atha’ dan Ibnu ‘Abbas meyebutnya sebagai al mawaddah (kecintaan). Sementara menurut Ibnul Qayyim ia adalah segala bentuk hubungan duniawi, yang memenag akan putus di akhirat nanti.
Sesungguhnya, hanya Allahlah yang berhak menerima cinta kita, sebab padaNya terdapat seluruh unsur yang dibutuhkan pada pihak yang dicintai dari segala sisinya. Cinta kepadaNya adalah pangkal seluruh kebaikan dan kebahagiaan hidup. Tidak akan membahayakan, mencelakakan dan membuat manusia menderita. Inilah puncak ma’rifat manusia tentang cinta.
Berkata Ibnu Taimiyah, “Tiada kebahagiaan dan kelezatan sempurna bagi hati, selain dalam cinta kepada Allah, dan upaya mendekatkan diri kepadaNya dengan hal-hal yang dicintaiNya. Sementara cinta tidak akan ada kecuali dengan berpaling dari semua kecintaan kepada selainNya.”
Di alam semesta ini, tidak ada sesuatupun selain Allah yang mampu menjadikan hati tenang, tentram, senang dan bahagia. Kalaupun ada sifatnya sementara dan bahayanya berlipat ganda dari manfaatnya, ibarat memakan makanan beracun yang berasa lezat. Hanya sesaat dan berisiko besar di kemudian hari.
Kebutuhan manusia untuk mencintai Allah – tanpa kesyirikan-dengan demikian, adalah kebutuhan yang tidak bisa dibandingkan dengan apapun juga, karena ia adalah kewajiban yang paling agung dalam hidup manusia.
Cinta akan memperbudak pencintanya, seperti sebuah syair,

انت القتيل بكل من احببته   فاختر لنفسك في الهوى من تصطفى

Engkau, korban dari yang kau cinta
Maka, Pilihlah untuk dirimu siapa yang akan kau cinta
Benarlah sabda Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wa Salam,
ثَلَاثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ وَجَدَ حَلَاوَةَ الْإِيمَانِ أَنْ يَكُونَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا وَأَنْ يُحِبَّ الْمَرْءَ لَا يُحِبُّهُ إِلَّا لِلَّهِ وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُودَ فِي الْكُفْرِ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِي النَّارِ
“Tiga hal, jika terdapat pada diri seseorang, maka dia akan memperoleh manisnya iman; Hendaknya Allah dan RasulNya lebih dicintainya dari selain keduanya. Mencintai orang lain semata-mata karena Allah dan benci kembali kepada kekufuran seperti kebenciannya dilemparkan ke dalam neraka” (HR Al Bukhari).
Jadi bila kita telah bulat memilih Allah sebagai puncak kecintaan kita, kenapa harus takut? 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar